Upaya Perlindungan Hukum bagi Anak sebagai Korban Kekerasan Seksual

perlindungan hukum terhadap kekerasan terhadap anak di jepara
Ilustrasi kekerasan terhadap anak
LPMBURSA.COM, Jepara - Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan Negara agar kelak mampu bertanggung jawab dalam keberlangsungan bangsa dan Negara. Setiap anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial. Untuk itu, perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-hak tanpa adanya perlakuan diskriminatif.

Negara menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), termasuk di dalamnya Hak Asasi Anak yang ditandai dengan adanya jaminan perlindungan dan pemenuhan hak anak dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya baik yang bersifat nasional maupun yang bersifat internasional. Jaminan ini dikuatkan melalui ratifikasi konservasi internasional tentang Hak Anak, yaitu pengesahan Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of The Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak). Negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan menjamin terpenuhinya Hak Asasi Anak sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Baca juga: Menuntut Kesadaran Perlindungan Anak 

Perlindungan terhadap Anak untuk mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sesuai dengan kebutuhannya dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga dalam melaksanakan upaya perlindungan terhadap Hak Anak oleh pemerintah harus didasarkan pada prinsip Hak Asasi Manusia yaitu penghormatan, pemenuhan dan perlindungan atas Hak Anak. Sebagai implementasi dari ratifikasi tersebut, Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang secara substantive telah mengatur beberapa hal antara lain persoalan Anak yang sedang berhadapan dengan hukum, Anak dari kelompok minoritas, Anak dari korban eksploitasi ekonomi dan seksual, anak yang diperdagangkan, Anak korban kerusuhan, Anak yang menjadi pengungsi dan anak dalam situasi konflik bersenjata. Perlindungan Anak yang dilakukan berdasarkan prinsip nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi Anak, hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang.

Anak merupakan generasi penerus bangsa yang membutuhkan perlindungan hukum khusus yang berbeda dari orang dewasa, dikarenakan alasan fisik dan mental Anak yang belum dewasa dan matang. Kegiatan perlindungan anak merupakan suatu tindakan hukum yang membawa akibat hukum. Oleh sebab itu perlu adanya jaminan hukum bagi kegiatan perlindungan anak. Perlindungan hukum anak diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap kebebasan dan hak asasi anak yang berhubungan kesejahteraanya. Anak-anak membutuhkan perlindungan dan perawatan khusus termasuk perlindungan hukum yang berbeda dari orang dewasa. Hal ini didasarkan pada alasan fisik dan mental anak-anak yang belum dewasa dan matang. Anak perlu mendapatkan suatu perlindungan yang telah termuat dalam suatu peraturan perundang-undangan. Setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, sosial, berakhlak mulia perlu di dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa dikriminatif.

Tindak kekerasan pada anak Indonesia masih sangat tinggi. Salah satu penyebabnya adalah paradigma atau cara pandang yang keliru mengenai anak. Hal ini menggambarkan seolah-olah kekerasan terhadap anak sah-sah saja karena anak dianggap sebagai hak milik orang tua yang dididik dengan sebaik-baiknya termasuk dengan cara yang salah sekalipun. Dalam pelaksanaanya Undang-Undang tersebut telah sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terkait jaminan hak asasi manusia, yaitu Anak sebagai manusia memiliki hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang.

Kekerasan yang dialami anak salah satunya adalah kekerasan seksual. Ketika anak menjadi objek kekerasan seksual dalam rumah tangga, ia telah menderita kerugian materil tetapi dan kerugian immaterial. Pelecehan/kekerasan seksual merupakan segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan sepihak dan tidak diharapkan oleh sesorang yang menjadi sasaran, sehingga menimbulkan reaksi negatif seperti rasa malu, terluka, trauma dan sebagainya. Pelecehan seksual terhadap anak perlu mendapat perhatian serius mengingat akibat dari pelecehan seksual tersebut dapat menyebabkan anak mengalami trauma yang berkepanjangan. Trauma dapat membahayakan bagi perkembangan jiwa anak yang mengakibatkan anak tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.

Walaupun Instrumen hukum telah dimiliki, dalam perjalananya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak belum dapat berjalan secara efektif karena masih adanya tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan sektoral terkait dengan definisi Anak. Disisi lain, maraknya kejahatan terhadap Anak di Masyarakat, salah satunya adalah kejahatan seksual, memerlukan peningkatan komitmen dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat serta semua pemangku kepentingan yang terkait dengan penyelenggaraan Perlindungan Anak. Adanya Lembaga Independen diharapkan lebih meningkatkan efektivitasnya dalam pengawasan penyelenggaraan Perlindungan Anak sehingga dapat mendukung Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraannya. Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga mempertegas tentang perlunya pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak, untuk memberikan efek jera, serta mendorong adanya langkah konkret untuk pemulihan kembali fisik, psikis dan sosial Anak korban dan atau anak pelaku kejahatan. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengantisipasi Anak korban dan atau Anak pelaku kejahatan di kemudian hari tidak menjadi pelaku kejahatan yang sama.

Media massa makin dihiasi oleh banyaknya tindak perkosaan yang terjadi di seluruh penjuru negeri. Tak hanya wanita dewasa, anak-anak perempuan yang masih di bawah umur pun turut menjadi korban. Banyaknya kasus kekerasan anak yang terjadi di Indonesia dianggap sebagai salah satu indikator buruknya kualitas perlindungan anak. Keberadaan anak yang belum mampu untuk hidup mandiri tentunya sangat membutuhkan orang lain sebagai tempat berlindung. Berdasarkan catatan yang ada, tindak pemerkosaan paling banyak dilakukan oleh orang dekat seperti immediate family (ayah, paman, atau kakak), tetangga, teman sekolah dan kekasih yang memiliki intensitas interaksi yang cukup sering dengan korban. Selain itu, Pasal 64 ayat (2) huruf g juga mengatur “Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi”.
Baca juga: Analisa Dispensasi Kawin Menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Perlindungan hukum terhadap anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak, serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kejahatan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 yang sekarang dirubah dengan Undang – undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Permasalahan yang diteliti adalah (1) Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan seksual selama proses persidangan di Pengadilan Negeri Klas II/B Jepara ? (2) Bagaimanakah pertimbangan hakim menjatuhkan putusan bagi pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak di Pengadilan Negeri Klas II/B Jepara? Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan secara yuridis sosiologis. Data yang digunakan meliputi data primer yang diperoleh melalui wawancara dan data skunder diperoleh dengan studi dokumen. Untuk daerah Kabupaten Jepara ini dari bulan Agustus 2014 sampai dengan bulan Januari tahun 2015 terdapat 6 perkara anak sebagai korban kekerasan Seksual.

Pemerintah Kabupaten Jepara sangat mendukung dalam menangani masalah perlindungan hukum terhadap Anak, terbukti dengan adanya aparat penegak hukum semakin meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat tentang Undang–undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak perubahan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta akibat hukum dan sanksinya yang bertujuan untuk melindungi anak. Aparat penegak hukum Penyidik Kepolisian dan Kejaksaan Negeri Jepara, secara terus menerus meningkatkan perannya dalam menindak pelaku pelecehan terhadap anak secara tegas, sehingga hak-hak anak sebagai korban dapat benar-benar dilindungi. Hal tersebut setidaknya diperlukan peran serta Orang tua dan masyarakat juga dalam turut serta dalam upaya memberikan perlindungan terhadap anak dengan memenuhi hak-hak anak, melindungi sebaik-baikya kepentingan anak, serta semakin meningkatkan pengawasan terhadap lingkungan dan tempat bermain anak.

Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan (1) Bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban kekerasan seksual dalam rumah tangga bersifat abstrak maupun yang konkrit. (2) Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan, pertimbangan yang bersifat yuridis dan non yuridis.
Kata Kunci : Perlindungan, Anak, Kekerasan, Persidangan.



By; Kejari_Jepara@yahoo.com

Posted By Muwasaun Niam

0 Comments