Sumber gambar: Tribunnews.com |
“Nak!!! tolong berikan nasi ini ke bapakmu. Kasihan dia, sudah sesore ini belum makan, dan bantu bapakmu membawa barang-barangnya”, dengan nada yang lemah dan senyuman yang selalu terukir dari bibirnya, wanita paruh baya yang tak lain adalah sang mama menyuruhnya untuk mengantar makanan untuk sang ayah.
“Bu, ibu harus istirahat. Biar Ani yang melakukan pekerjaan rumah, Ani pamit dulu. Assalamualaikum…” , ucap Ani pada sang mama.
“waalaikum salam”
Ani adalah anak seorang petani yang masih duduk dibangku kuliah. Ia berhasil mendapatkan beasiswa di sebuah universitas negeri berkat prestasi yang diraihnya. Orang tua Ani hanya mampu memberi dorongan semangat untuk anak semata wayangnya.
Akhir-akhir ini ibu Ani sedang sakit-sakitan. Untuk membiayai kehidupan sehari-hari, Ani harus bisa membagi waktu untuk kuliah dan bekerja. Di desanya Ani terkenal cerdas, dia mengajar mengaji dan membuka bimbel (bimbingan belajar) di desanya .
###
Di perjalanan menuju ke sawah Ani bertemu dengan salah satu ustadz yang juga membantu Ani mengajar di mushola dekat rumahnya.
“Assalamu’alaikum neng..”sapa sang ustadz.
“wa’alaikum salam!!, kakak dari mana?” jawab Ani sambil mencoba memandang lelaki tersebut. Walau dalam hatinya menjerit, sosok yang membuat dia mengerti arti kekaguman yang mendalam, keelokannya, ketegasannya dan kesholehannya, sepasang mata ini pun akhirnya saling bertatapan. Dan sesegera mungkin keduanya menundukkan pandangan.
“ a a anuu itu tadi habis ngrim bekal untuk bapak, ini langsung mau pergi kekampus,’’meliahat keanehan dalam raut wajah pemuda itu, Ani tersenyum hingga lesung pipi kirinya terlihat.
Pemuda itu sering disebut dengan nama kak A’an oleh murid-muridnya. Nama sebenarnya adalah Ahmad Arif. Kak A’an sangat dikagumi oleh para gadis muslimah dikalangan desa karena keshalehan dan kepintarannya.
“Assalamualaikum”, ani bergegas dengan cepat sehingga kak A’an tidak sempat untuk menjawab salam dari gadis yang dikaguminya tersebut.
Hari semakin berkabut, siang akan beralut dengan kegelapan, ani berjalan mempercepat langkahnya. Di kejauhan terlihat sosok laki-laki yang duduk termenung disebuah gubuk. Dahinya mengerut seakan menanggung beban yang begitu berat. Laki-laki tersebut adalah bapak Ani, tulang punggung keluarga yang bekerja sebagi petani.
“Assalamu’alaikum’’ Ani duduk disamping bapaknya sambil mengeluarkan nasi yang dibawanya.
“wa’alaikumsalam’’ beliau tersenyum seraya mengelus kepala anaknya yang terlihat begitu ayu dengan balutan kerudung putih.
“Apa yang harus aku lakukan untuk kedua orangtuaku, beban yang dipikul kedua orangtuaku begitu berat. Ya Allah inikah takdir darimu, ku serahkan semuanya kepadaMu Ya Ilahi Robbi,” jerit hatinya melihat kedua orangtuanya.
###
Hari ini begitu cerah bunga-bunga bermekaran menyibakkan harum yang begitu manis. Mengingat kejadian kemarin sore, wajah tampannya terbayang di angan-angannya seakan menembus hatinya yang mulai beku dengan harapan yang palsu. Ani tersadar bahwa dirinya melamun begitu lama sampai-sampai ia lupa akan telat berangkat kekampus. Setiba dirumah Ani melanjutkan kegiatan seperti biasa, Ani tersenyum-senyum seraya mengambil air di sumur, setibanya di rumah dia terkejut dengan kedatangan pemuda yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Tatapannya menatap tajam ke arah bapak dan ibunya yang tersenyum girang,
“Tampaknya Bapak dan ibu bahagia sekali, ada apa ya??,” (hatinya berbisik).
“Ani sini nak..”, wanita paruh baya memanggilnya masuk ke teras gubuk rumahnya yang sederhana.
“iya ibu ada apa?”, Ani masuk dengan hati yang cemas dan dengan rasa yang penuh penasaran
“Nak pemuda ini adalah seseorang yang akan meminangmu untuk adiknya, bapak dan ibu sudah menjodohkanmu dengan adik pemuda ini, dan ia kesini ingin segera meminangmu dan menikahimu”, dengan senyuman yang menyentuh hati Ani, batin Ani tergoncang di dalam pikirannya hanya pemuda itu yang sangat ia kagumi.
“Bagaimana nak??” sahut bapaknya sambil menahan batuk dan sesak di dadanya.
“Cepatlah menikah nak, sebelum ayah dan ibumu meninggal,” mendengar hal itu Ani tidak bisa menahan air matanya, hatinya menolak tapi ia tidak bisa menolak keinginan kedua orangtuanya, ia hanya bisa berharap kedua orang tuanya bisa bahagia dengan pernikahaannya nanti
“Bismillah hirrohmannirrohim, saya mau menikah dengan pemuda yang telah ibu dan bapak pilihkan untuk saya, tetapi Ani meminta syarat agar pernikahan dilakukan setelah Ani wisuda.” Jawab Ani atas permintaan kedua orang tuanya.
Malam sudah menghampiri hari Ani, tapi tak sedikit pun bintang menemani malamnya, “Ya Allah hamba mohon, apabila ia memang jodoh hamba yang telah Kau gariskan maka yakinkanlah hati hambaMu ini”, dalam sujudnya Ani menangis.
###
Keesokan harinya, cuaca begitu cerah, matahari seakan tersenyum bahagia. Tapi bergitu berbeda dengan hati Ani yang sedang di gundah rasa pilu yang membuat dirinya tidak bisa memejamkan matanya. Langkahnya begitu lamban, nafasnya sesak mengikuti langkahnya. Ketika kuliah, Ani pun tak bisa berkonsentrasi karena perjodohan semalam. Hal tersebut masih mengganjal di hatinya. Entah siapa yang akan jadi imam Ani kelak. Ani sangat mencintai pemuda yang selalu mengajar bersama dengannya, yaitu Aan. Tapi Allah telah membalikkan semua itu Ani tidak tau dengan pemuda siapa ia akan menikah.
Keesok harinya keluarga dari sang pemuda menemui keluarga Ani. Hari ini Ani tampak tak terlihat lesu ani takut kalau dia tidak bisa mencintai pemuda itu.
“Assalamu’alaikum” (suara keluarga pemuda).
“wa’alaikumsalam’’( orang tua Ani menjawabnya)
“Silahkan masuk..”
Setelah lama keluarga Ani berbincang-bincang sedikit mengenai kuliah Ani. Ani akan wisuda bulan depan dan untuk untuk itu keluarga pemuda sudah mempersiapkan untuk segalanya. Ani datang membawakan minuman. Sang pemuda itu tersenyum melihat Ani tetapi Ani tak memandang kearahnya. Ani hanya bisa menundukkan kepalanya.
“Nak, ini pemuda yang akan menikahi kamu setelah kamu wisuda, lihatlah wajahnya dulu nak agar kamu tau kelak dia akan menjadi suamimu.” Ani tak kuat memandangnya, kepalanya pun terasa berat untuk sekedar mendongak. Sedikit demi sedikit Ani memandang pemuda itu hati anik bercampur aduk dengan perasaanya.
”Ayo nak pandang suamimu yang akan menjadi pendamping seumur hidupmu’’. dipandanglah pemuda itu mata niat seketika berbinar-binar air matanya keluar ternyata pemuda itu yang ia cintai. Ani sangat bahagia melihat pemuda itu yang akan menjadi pendampingnya.’’ Ya ilahi robbi terimakasih hamba telah engkau perjodohkan dengannya. Hamba telah salah bahwa engkau tidak adil dengan hidupku tetapi atsa perjuangan dan tak terlupa engkaulah yang selalu hamba ingat membawakanku apa yang hamba inginkan bahwa jodoh akan mengikuti kita dengan usaha yang kita lakukan.
Penulis: Evi KUsumawati (Mahasiswai Fakultas Syari'ah dan Hukum UNISNU Jepara)
*Cerpen pernah diterbitkan pada Majalah SHIMA Edisi 14 oleh Lembaga Pers Mahasiswa BURSA Fakultas SYari'ah dan Hukum UNISNU Jepara
0 Comments