Apakah sejarah masa lalu sebaiknya
dilupakan atau diingat? Keduanya sama-sama penting menurut Friedrich Nietzsche.
Founding father juga sepakat dengan pernyataan Friedrich N. bahwasannya “Jangan
sekali-kali melupakan sejarah (Jasmerah)”. Kita harus mengingat masa lalu agar
bisa bertahan hidup dan bahkan bisa merancang proyeksi masa depan dengan lebih
baik. Ini adalah sikap historis (Geschichtlicht). Kadang memori akan
lebih membinasakan, ini adalah sikap a-historis (Ungeschichtlicht). Dan
yang paling baik diantara keduanya adalah sikap suprahistoris (Unbergeschichtlicht),
penghayatan terhadap makna-makna yang terkandung dalam sejarah itulah yang
melahirkan mental Dionysian atau berani mengatakan “Ya” terhadap kehidupan
berarti berani menggugat “diri”. Berani menggugat diri adalah awal dari Rekonsiliasi.(Budiawan;
2004)
Dari Pont of View itulah, kita
menghadirkan majalah Shima edisi XI dengan muatan sejarah kelam partai komunis
yang ada di negeri ini. Sejarah yang telah berpuluh-puluh tahun dikelamkan oleh
rekayasa rapi dari pihak-pihak yang ingin mengeksploitasi bangsa ini, bangsa
yang Gemah Ripah Loh Jinawi. Selama itulah, mulai dari pendidikan
sejarah bangsa ini, media-media cetak, bahkan film-film dokumenter seperti Janur
Kuning dibingkai oleh kemunafikan Rezim Orde Baru, dengan mengkambing
hitamkan pihak- pihak yang tulus memperjuangkan kemerdekaan dan kemajuan
Indonesia. Mengaburkan sejarah yang valid, sejarah yang harus diperhitungkan
dan dijadikan sebagai penyulut untuk segera menggapai perubahan bangsa yang
kian terpuruk ini.
Selama Rezim Orde Baru berkuasa, segala macam
buku, media cetak, elektronik, film dan apapun yang mendukung sterilisasi
sejarah dilarang untuk beredar luas ke masyarakat Indonesia dan dunia. Muatan
pendidikan sejarah yang ada sekarang dan masih dalam cengkraman orde baru harus
segara diseterilkan dan diluruskan dari virus-virus rekayasa.
Segala pihak yang bertanggung jawab
harus secepatnya berbenah, menjernihkan sejarah masa lalu yang buram adalah
harga mati. Semua pihak pasti tidak rela ketika sejarah tersebut ditelantarkan,
lebih-lebih diyakini kebenarannya. Ini bukan sesuatu yang mudah, karena
keyakinan akan kekejaman PKI sudah mendarah daging, sangat sulit untuk
dipatahkan.
Ditengah persaingan global, bangsa ini
membutuhkan sosok pemimpin yang benar-benar berjuang untuk kepentingan bersama,
bukan kepentingan pribadi dan golongan. Maka hal ini menjadi cacatan khusus
bagi penerus bangsa, memposisikan sebuah sejarah bangsa, mempelajarinya, kemudian
mengambil hikmah yang terkandung untuk merancang perubahan bangsa menuju bangsa
yang berperadaban dan disegani oleh bangsa-bangsa lain.[S]
Redaksi
1 Comments
dari rahim SI sebagai organisasi islam indonesia berparadigma sosialis dan humanis dengan semangat pembebasanlah yang melahirkan PKI pada awalnya. namun hasil dari pemikir-pemikir Islam ini pada akhirnya menjadi catatan hitam sejarah Indonesia. PKI sudah menjadi musuh utama masyarakat Indonesia berkat hegemoni kekuasaan Soeharto.
ReplyDelete