PERGAULAN MAHASISWA ISLAM

FITRIYANTO
Mahasiswa Semester IX Prodi Al-Ahwal As-Sahshiyyah (Hukum Perdata Islam) Fakultas Syari'ah INISNU Jepara

Sing Ngerti Ora Iso
Sing Iso ora Kuwoso
Sing Kuwoso Ora Ngerti
Ya....Inalillahi....

Sebuah Prolog
Ada satu hal yang menarik dalam tema debat kampus bulan ini di harian Suara Merdeka, yakni menyoroti pilihan sebagai seorang mahasiswa yang hendak fokus mau kemana, Apakah menjadi seorang akademikus atau menjadi aktifis kampus? Keduanya memiliki plus-minus dalam implementasinya, namun yang paling penting adalah keduanya punya tujuan yang sama yaitu belajar.

Dalam satu pertemuan, pernah ada sebuah anecdot bahwa “mungkin saja” Allah punya 100 nama dengan berbagai arti, misalnya Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Megetahui dll. Sekarang Allah dikenal punya 99 nama yang kita yakini dan imani hingga akhir zaman yang disebut dengan Asma’ul Husna. Pertanyaannya, kemana nama Allah yang ke-100?

Inilah bukti bahwa Allah Maha pengasih dan penyayang terhadap Hamba-Nya di dunia, satu nama Allah diberikan kepada manusia yang mau untuk belajar sehingga ada satu golongan manusia yang disebut “Maha”siswa.

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Qs. Al Mujadilah [58]: 11)

Anecdot diatas memberikan satu motivasi untuk selalu diingat, bahwa adanya kata “Maha” pada kata siswa sebenarnya malah memberikan beban tanggung jawab moral yang luar biasa besar yang harus dipikul oleh siswa itu sendiri yakni menyiapkan diri kepada masa depan dan masa setelah berakhirnya kehidupan.

Celakanya, banyak mahasiswa yang mengartikan kata “Maha” sebagai strata sosial yang sangat tinggi sehingga akhirnya menjauhkan mereka dengan masyarakat, disadari maupun tidak, pergaulan “Maha”siswa dengan masyarakat semakin terkikis dengan dalih banyaknya tugas kuliah (akademikus) atau kegiatan estra lainnya (aktifis kampus). Mereka lupa kalau masa depan mahasiswa adalah berinteraksi dengan masyarakat, bukan hanya dengan pejabat atau para anggota dewan yang selalu mengatakan “saya sepakat!!”. Atau karena gelar “maha” yang disandangnya menjadikan “maha”siswa memiliki kebebasan yang tanpa batasan. Mulai dari pemikiran, sampai pergaulan yang bebas. Na’udlubillah

Bebas tanpa batas?
Coba kita renungkan, seorang Valentino Rossi ketika bermain di Grand Prix dengan kecepatan penuh, melejit dan mendahului semua pembalap lain demi satu tujuan, yakni memenangkan pertandingan, seberapa pun cepatnya motor GP yang dikendarai V. Rossi suatu saat ketika belok pasti akan menggunakan rem demi keselamatan nyawanya dan pembalap lain disekitarnya.

Sama halnya dengan kebebasan pemikiran, akan sangat menyakitkan ketika Logika dilontarkan tanpa memperhitungkan etika dan estetika. Pergaulan bebas tanpa batas membuka peluang rusaknya kehormatan manusia.

Meminjam kata-kata Paman Ben untuk keponakannya, Peter Parker, sebelum meninggal dunia beliau mengatakan: “Seiring dengan kekuatan besar, maka datang pula tanggungjawab yang besar”. Maka tidak lucu ketika seorang “maha”siswa dengan status sosialnya yang “TINGGI” bukan dikenal karena kiprahnya terhadap masyarakat, namun tercemar karena pergaulannya yang bebas dengan dalih Hak Asasi Manusia yang semakin merakyat.

Pergaulan Islam
Institusi Pendidikan Islam dimanapun, memiliki satu misi yang sama yakni mencetak muslim intelektual sejati. Sehingga ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang diterapkan adalah nilai-nilai yang menjaga manusia dari kehancuran. Ajaran islam dengan 2  referensi hukum warisan para nabi, bertujuan untuk melindungi manusia dari kerusakan dan lembah kemaksiatan. Secara subtansial, perlindungan islam terhadap manusia difokuskan kepada lima jenis harga diri (Kulliyat Al Khams) yakni melindungi manusia dari kerusakan jiwa, harta, akal, agama dan kehormatannya. Rusaknya jiwa terjadi ketika adanya pembunuhan. Kerusakan harta terjadi manakala ada pencurian. Kerusakan akal terjadi ketika manusia menjadi gila. Kerusakan agama terjadi ketika manusia berpaling dari Allah swt. Sedangkan rusaknya kehormatan ketika terjadi perzinaan baik disengaja ataupun karena tindak pemerkosaan.

Kesucian ajaran islam dibuktikan dalam penjagaannya terhadap kehormatan manusia, dimana tidak hanya dengan melakukan pelarangan semata, tapi juga melakukan pencegahan terhadap larangan-larangan tersebut. Pencegahan pelarangan tersebut dimaksudkan untuk menutup setiap pintu yang dapat memungkinkan terbukanya kerusakan kehormatan manusia.

ولاتقربوا الزني.........(الاشراء : 32)

”Dan janganlah kamu mendekati zina……”(QS. Al Isra’ [17] : 32)

Bagaimana jadinya ketika dalil tersebut berubah menjadi “dan janganlah kamu Zina” dengan menghilangkan kata “mendekati”, maka KNPI (Kissing, Necking, Petting, Intercourse) akan legal dimana-mana. 

Hingga saat ini, kaum yang mendukung kebebasan masih saja memiliki “dalil” untuk membuka peluang terbukanya pintu kerusakan kehormatan manusia. Dalil yang seakan-akan dapat diterima oleh akal dengan tujuan untuk menghancurkan ajaran islam dari dalam secara halus. Oleh karena itu, Hukum Allah menetapkan beberapa hal untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah kerusakan kehormatan manusia dengan adanya perzinaan, diantaranya:
Pertama, Allah mengharamkan untuk memandang lawan jenis secara berlebihan.

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya…” (QS. An Nur [24]: 30)

“Katakanlah kepada perempuan  yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya…” (QS. An Nur [24]: 31)

Kedua, islam mengharamkan persentuhan (antara laki-laki dan perempuan). 
Kedua ajaran ini berupaya untuk menutup terbukanya pintu ikhtilat (berkumpulnya antara laki-laki dan perempuan dalam satu majlis tanpa sekat/hijab). Salah satu hujjah yang digunakan oleh kaum pro-kebebasan untuk menghancurkan islam dari dalam adalah anggapan bahwa adanya dalil yang menerangkan tentang kebolehan untuk memandang wajah dan telapak tangan perempuan, dimana keduanya bukanlah aurat baginya, sehingga jika memandang diperbolehkan, berarti ikhtilat juga tidak ada larangan.

“….zinanya mata adalah dengan melihat, zinanya kaki adalah dengan melangkah, zinanya pikiran dengan berimajinasi dan timbulnya keinginan, dan kemaluannya yang akan membuktikan benar tidaknya” (HR. Bukhari Muslim)

Ketiga, Allah mewajibkan hijab bagi perempuan. Hijab disepakati oleh para ulama’ sebagai segala sesuatu yang mampu untuk menutupi seluruh aurat perempuan dan tidak boleh menggambarkan bentuk tubuhnya. Dalam ajaran islam, perempuan tidak diperbolehkan untuk memperlihatkan sehelai rambutnya sekalipun, apalagi aurat-aurat yang lain, sehingga tidak seorang perempuan muslimah sekalipun yang diperbolehkan meninggalkan, menyimpang, atau memperdebatkan kewajiban memakai hijab bagi perempuan. Hal ini dikarenakan karena manisnya ajaran islam dalam menjaga kehormatan manusia.

“…. Dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya….” (QS. An Nur [24] : 31)

“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka memanjangkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan allah maha pengampun lagi maha penyayang” (QS. Al Ahzab [33] : 59)

“dan Perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin lagi, tiada dosa bagi mereka jika menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) untuk memperlihatkan perhiasan mereka. Dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui” (QS. An Nur [24] : 60)

Maka jelaslah sudah bahwa hijab bagi perempuan hukumnya wajib. Jika perempuan muslim menunggu “hidayah” atau kesiapan diri sebagai alasan untuk mengenakan hijab, maka yang demikian itu merupakan sebuah alasan yang menghancurkan diri dan agamanya. 

Dari ketiga hal tersebut, ada satu pesan untuk “maha”siswa mengingat tanggungjawab yang dimilikinya karena status sosial yang terpatri dalam kata “maha”, mereka yang berkeinginan menjadi akademikus atau pun aktifis kampus yang selalu berinteraksi dan bergaul dengan banyak orang, banyak golongan, laki-laki dan perempuan, jangan pernah meninggalkan ajaran islam yang menjadikan kita Muslim Intelektual yang tidak hanya bisa berpikir tapi juga mampu untuk berdzikir. 

Daftar Bacaan
** Al Qur’an dan terjemahnya
** Muhammad Naim Sa’I, Masyallah Remaja; Buku Pintar Pergaulan Generasi Ekstravaganza Islam terj, (Jogjakarta : Diva Pres)
** Dr. Muhammad Faiz Al Math, 1100 Hadits Terpilih, Sinar Ajaran Muhammad, (Jakarta : Gema Insani)
i-  Sebuah autocritic terhadap pergaulan Mahasiswa dan pemuda 2011
ii- Mahasiswa Fakultas Syari’ah yang sedang berkonsentrasi untuk menyelesaikan studi, Menjadi Badan Pengembangan Organisasi PMII Cabang Jeparafitriyanto-alasroby.blogspot.com


0 Comments