Tahunan-LPM Burs@, Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Inovasi (LPPI) Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara menggelar Diskusi Publik Bagi Mahasiswa di Ruangan 203 Fakultas Sains dan Teknologi (FST) lantai 2 pada Rabu (10/08).
Acara dengan tema “Mewujudkan Zero Tolerance Terhadap Kekerasan Seksual di Unisnu Jepara” ini menggandeng Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unisnu dalam pelaksanaannya. Selain itu pelaksanaan kegiatan diskusi kali ini dihadiri oleh berbagai aktivis di Unisnu Jepara. Seperti yang diutarakan Presiden BEM Unisnu Jepara dalam sambutannya bahwa kegiatan ini dihadiri sekitar 70% dari 46 Organisasi Mahasiswa (Ormawa) baik dari tingkat Universitas, Fakultas, dan Program Studi (Prodi). Tak hanya secara tatap muka, diskusi kali ini pun mengajak para Komandan Tingkat (Komting) dari setiap kelas baik dari Reguler 1 maupun Reguler 2 untuk ikut serta berdiskusi melalui live zoom meeting.
Sesuai yang diungkapkan oleh Kepala Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Santi Andriyani dalam wawancaranya bahwa kegiatan ini dilatar belakangi dari “Pertama, fakta fenomena yang berkaitan dengan praktik kekerasan seksual di perguruan tinggi semakin marak jadi tidak hanya di perguruan tinggi tetapi berdasarkan riset ternyata ada praktik kekerasan seksual di perguruan tinggi. Kedua, berdasarkan hasil riset termasuk komnas perempuan kemudian yang lain hasilnya ternyata pelaku kekerasan seksual adalah sebagian besar dosen. Jadi ada relasi kuasa antara dosen dan mahasiswa sehingga kekerasan seksual banyak lebih mudah dilakukan oleh civitas akademika terutama dosen. Kemudian di Unisnu dengan adanya fakta tersebut dan berdasarkan hasil riset PSGA bahwa ada 348 mahasiswa yang mengaku mengalami kekerasan seksual. Ketiga, pemahaman mahasiswa tentang isu ini belum jelas jadi sebagian besar menganggap kekerasan seksual itu hanya yang berkaitan dengan perkosaan dan pencabulan, tetapi yang berkaitan catcalling itu tidak dianggap bagian dari pelecahan seksual. Karena itu, LPPI bersinergi dengan BEM U dengan langsung ada Pakta Integritas”.
Rangkaian acara dipandu oleh Master Of Ceremony, Yessy Puspita Sari yang dilanjutkan dengan pembacaan tahlil, menyanyikan lagu Indonesia Raya, Mars Unisnu Jepara, dan Shubbanul Wathon, sambutan Presiden BEM Unisnu, Abdullah Fatih dan Ketua LPPI, Zainul Arifin. Masuk ke dalam acara inti, acara Diskusi Publik dipimpin langsung oleh salah satu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), Amrina Rosyada.
Pendidikan tinggi merupakan batu loncatan, maka setiap kampus di Indonesia harus merdeka dari segala bentuk kekerasan dan menjadi lingkungan yang kondusif bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensinya. Situasi sekarang tentu dapat dikatakan sebagai situasi darurat dimana sesuai dengan Survei Kementerian Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi pada tahun 2020 bahwa 77% dosen menyatakan “kekerasan seksual pernah terjadi di kampus” dan 65% mereka tidak melaporkan kasus yang diketahuinya kepada pihak kampus. Kekerasan seksual memang dapat dikatakan sulit dibuktikan. Akan tetapi, kasus ini memiliki efek yang sangat besar dan berjangka panjang. Di Indonesia sendiri masih belum memiliki Peraturan Perundangan yang dapat menangani permasalahan kekerasan seksual di kampus. Sehingga korban yang belum terlindungi umumnya dirujuk ke Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang masih banyak keterbatasan. Kemudian muncullah Peraturan Menteri tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi (Permen PPKS) yang memiliki sasaran kepada mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, warga kampus, dan masyarakat umum yang berinteraksi dengan mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam pelaksanaan Tridharma. Kekeraan seksual sendiri dapat mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, non fisik, fisik, dan juga melalui teknologi informasi dan komunikasi. Adapun penanganan dari perguruan tinggi meliputi pendampingan, perlindungan, pemulihan korban, dan pengenaan sanksi administratif. Di Unisnu sendiri dari PSGA sudah menyusun Pedoman Peraturan Rektor tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang legalisasinya mencakup universitas dengan tanda tangan Rektor.
Pada penghujung waktu, kegiatan diskusi dilanjutkan dengan Deklarasi Pakta Integritas. Dimana dalam pendeklarasian dipimpin langsung oleh Presiden BEM Unisnu Jepara dan diikuti oleh peserta. Setelah itu penandatanganan Pakta Integritas dilakukan bergilir dari setiap aktivis yang hadir maupun dari mahasiswa lain.
“Harapannya sebenarnya adalah semua Organisasi Mahasiswa (Ormawa) dan komting paham betul kewajiban kita bersama sehingga komitmennya adalah selain paham mengenai kekerasan seksual juga memberikan virus positif ke lingkungan dan teman-teman yang lain. Dan juga kemudian responsif jangan apatis yang kemudian ditindak lanjuti”. Ungkap Santi Andriyani selaku Kepala PSGA.
ZM/LPM Burs@
0 Comments