Kekrasan Dalam Rumah Tangga atau yang sering disingkat KDRT (Sumber gambar: fanind.com) |
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa tidak lepas dari peran serta kaum perempuan. Bahkan bisa dikatakan, perempuan merupakan motor penggerak pembangunan bangsa yang multidimensi. Namun demikian, disadari sepenuhnya untuk membangun potensi yang dimiliki kaum perempuan untuk kemudian menjadikannya sebagai modal pembangunan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh kerjasama lintas sektor dan stakeholder terkait lainnya.
“Upaya pemberdayaan perempuan menjadi tidak mudah karena kita dihadapkan pada budaya patriarkhi yang menganggap perempuan sebagai warga negara kelas dua. Budaya masyarakat kita masih memarginalisasi peran perempuan sebagai konco wingking terbatas sebagai pendamping suami, melahirkan, mengurus anak dan pekerjaan domestik lainnya” kata Bupati Jepara Ahmad Marzuqi.
Ditambahkan Marzuqi, Jepara sebenarnya memiliki beban moral yang sangat besar mengingat Jepara memiliki tiga tokoh perempuan yang perjuangannya telah diakui dunia. Ratu Shima dengan keadilannya dalam memerintah, Ratu Kalinyamat karena keberaniannya mengusir penjajah dan RA Kartini yang terkenal dalam perjuangan emansipasi, pemberdayaan ekonomi dan nasionalisme. “Semua ini harusnya menjadi spirit masyarakat Jepara”, imbuh Marzuqi
Mengingat kaum perempuan memiliki potensi yang sama dengan kaum lelaki maka potensi yang ada harus dibangun melalui kebijakan yang konstruktif. Kebijakan ini harus menyentuh ke berbagai aspek, baik sosial, ekonomi, politik maupun agama. Program yang dilakukan juga harus holistik agar terjadi akselerasi kesejahteraan perempuan.
Kasus KDRT Naik
Kinerja makro urusan pemberdayaan dan perlindungan perempuan bisa dilihat dari jumlah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan penyelesaian pengaduan perlindungan perempuan. Sejak 2010 kasus KDRT di Jepara selalu fluktuatif. Jika tahun 2010 terdapat 39 kasus, tahun berikutnya menurun menjadi 32 kasus. Kemudian, terjadi peningkatan lagi di tahun 2012 menjadi 55 kasus dan dua tahun berikutnya menurun menjadi 46 dan 28 kasus. Alhamdulillah, semua kasus tersebut dapat kita selesaikan dengan baik melalui mediasi dan jalur hukum.“Saya yakin, kasus KDRT di Jepara mengikuti fenomena gunung es dimana kasus yang tidak dilaporkan lebih banyak dari pada yang dilaporkan. Banyak perempuan memandang kasus KDRT sebagai aib keluarga sehingga tidak melaporkannya kepada yang berwajib. Ini semua menjadi pekerjaan rumah bagi kita sehingga kami terus melakukan sosialisasi agar para korban KDRT tidak takut melaporkan kepada yang berwajib. Bila perlu, Pemkab akan melakukan pendampingan hukum”, imbuh Marzuqi.
Terkait dengan upaya yang ditempuh pemerintah kabupaten dalam pencegahan KDRT, Bupati Jepara mengungkapkan bahwa pencegahan KDRT tidak bisa dilakukan secara hitam putih dengan memberdayakan perempuan dari sisi hukum semata. KDRT adalah permasalahan yang holistik dan komprehensif sehingga membutuhkan penanganan yang komprehensif pula. Ia terkait dengan ekonomi, pendidikan, kesehatan, hukum, politik dan lain-lain. “Jadi banyak program yang harus dilakukan misalnya peningkatan hak dan kesadaran akan hukum, status pendidikan, derajat kesehatan, derajat ekonomi masyarakat serta kesadaran politik dan hukum warga negara. Semua harus setara antara laki-laki dan perempuan dan tentu saja tidak mengurangi kodrat masing-masing. Semua harus dilakukan lintas sektor dan butuh dukungan semua pihak. Itulah yang kita lakukan saat ini”, kata Marzuqi. (***)
*Tulisan ini di muat pada Majalah SHIMA edisi 14 yang diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa BURSA Fakultas Syari'ah dan Hukum UNISNU Jepara
0 Comments