Renungan 75 Tahun Kemerdekaan

 

Oleh : Alfa Syahriar

17 Agustus 2020  mengingatkan kita, sebuah peristiwa sejarah maha penting. Pada 75 tahun yang lalu, presiden pertama kita Ir. Soekarno didampingi Drs. Mohammad Hatta dengan suara lantang telah menggetarkan dunia untuk menyatakaan kemerdekaan negeri tercinta ini dari tangan para penjajah. Sehingga lahirlah sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau lazimnya disingkat NKRI. 

NKRI lahir tatkala bumi pertiwi sudah cukup basah dengan merahnya darah para pejuang. NKRI lahir setelah tanah tumpah darah ini penuh sesak oleh mayat para syuhada yang sudah tidak peduli lagi ketika nyawa harus lepas dari raga. 

NKRI lahir setelah sekian kalinya kehormatan dan kemulyaan negeri ini diinjak-injak oleh kaki-kaki najis penjajah tanpa sedikitpun menyisakan asa. NKRI hadir untuk menjawab ratapan kesedihan si miskin yang tertindas, jeritan penderitaan si jelata yang terbuang. Puncaknya, NKRI hadir sebagai bentuk kasih sayang Allah yang berkehendak menyudahi derita berkepanjangan rakyat negeri ini, untuk kemudian diganti menjadi negeri yang merdeka hingga saat ini. 

NKRI lahir bukan atas dasar kebetulan, bukan pula karena khayalan apalagi coba-coba. NKRI adalah puncak dari rangkaian sejarah tragedi kemanusiaan rakyat Indonesia yang panjang, yang telah ditebus oleh anak bangsa ini dengan harga yang sangat mahal, mulai dari darah, keringat, harta benda, bahkan nyawa mereka ikhlaskan semata-mata agar negeri ini terbebas dari cengkeraman para penjajah. 

NKRI lahir sebagai sebuah ikatan janji atas dasar kesepakatan seluruh anak negeri untuk bersama-sama hidup berlandaskan nilai-nilai Pancasila dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika. NKRI adalah harga mati.

Boleh jadi kita bertanya-tanya, kenapa negara kita harus menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia?

NKRI hadir untuk menegaskan bahwa sebagai anak negeri kita adalah satu, dan memastikan bahwa selamanya kita bersatu. Sehingga, persatuan dan kesatuan di negeri ini bersifat mutlak dan final. Tidak ada lagi harga tawar apalagi negoisasi. 

Betapa tidak, ketika kita sepakat bahwa kita adalah satu, tidak lain karena cita-cita dan tujuan hidup dalam kehidupan kita di negeri ini adalah sama, yaitu mendapatkan hak dan menjalani kehidupan dalam hidup ini dengan layak baik jasmani dan ruhani secara bersama-sama.

Sehingga ketika kita sanggup mengatakan bahwa kita adalah anak bangsa yàng satu, berarti kita harus siap menerima keberagaman dalam keragaman, bukan memaksakan keragaman dalam keseragaman. 

Dan ketika kita sepakat bahwa kita harus bersatu, tidak lain karena kita paham betul bahwa hakekat diri kita adalah makhluk Allah yang bernama manusia, yang sama-sama memiliki kelemahan. Dan sarat dengan kekurangan. 

Sehingga ketika kita siap bersatu, berarti kita harus siap menjadi bagian dari kekuatan saudara kita yang lain dengan menjadi solusi atas kekurangan saudara kita yang lain. Sebab, bukankah kelemahan yang kita miliki seringkali berubah dengan sendirinya yang menjadi kekuatan setelah saudara kita berkenan menjadi bagian dari solusi atas kelemahan yang ada dalam diri kita.

Ibarat batang lidi, ketika terpisah dari kelompoknya maka akan sangat rapuh dan Å¿emah bahkan mudah sekali untuk dipatahkan, tapi ketika tergabung dengan lidi-lidi yang lain dalam satu ikatan yang kuat, maka siapapun tidak akan mudah mematahkannya apalagi menghancurkannnya. 

Perbedaan suku yang kita sandang, agama yang kita peluk, bahasa  yang kita ucapkan, ras yang kita kandung, kepercayaan yang kita yakini, bukanlah semata-mata pilihan kita, hal itu tidak lain adalah  karena Allah menghendaki kita beragam, agar supaya kita bisa bekerjasama untuk kemudian bisa sama-sama bekerja, agar supaya kita bisa saling menghormati untuk kemudian saling menyayangi, agar supaya kita bisa saling peduli untuk kemudian saling menguatkan.

NKRI hadir untuk memastikan kita mampu menjadi manusia yang seutuhnya dan sebenar-benarnya manusia. Yaitu manusia yang beriman bertakwa terhadap Allah Swt dan berakhlak mulia serta memiliki pengetahuan dan keterampilan, terjaminnya kesehatan jasmani dan rohani, terbentuknya kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang No 2 Tahun 1989. 

Betapa tidak!  Karena di dalam pribadi manusia yang seutuhnya dan sebenar-benarnya manusia tersimpan khazanah kemulyaan dan di dalam kemulyaan ada jaminan keberlangsungan hidup dan kehidupan dalam kedamaian.

Kalau kita semua sebagai anak  bangsa ini berkenan merenungi keberadaan kita sekarang ini dengan penuh limpahan kenikmatan, tentunya tidaklah berlebihan kalau kita senantiasa menyelipkan doa untuk para syuhada yang telah berjuang untuk negeri ini, yang semoga di alam kuburnya mereka semua selalu mendapat rahmat Allah hingga kelak datangnya hari pembangkitan dari kubur. 

Betapa tidak!

Ketika kita saat-saat ini bisa leluasa menghirup udara negeri ini tidak kah kita berfikir bahwa setiap satu kali tarikan nafas kita, ada hutang yang harus kita bayarkan kepada para pejuang yang rela tidak menikmati tarikan nafas yang kedua ketika nyawa lepas dari raga demi kemerdekaan negeri ini? 

Ketika kita begitu ringannya melangkahkan kaki selebar mungkin untuk berkarya di seluruh penjuru negeri ini, hayatilah betapa langkah kita tidak akan pernah bisa menandingi derap langkah Jihad para pejuang dalam menjemput nikmatnya mati syahid demi kemerdekaan negeri ini. 

Ketika kita merasakan merdekanya hidup kita di negeri ini tanpa ada seorang pun yang berani melarang apalagi mengekang kebebasan kita dalam menjalani kehidupan ini, ketahuilah betapa kita berhutang banyak atas keikhlasan para pejuang negeri ini. Oleh karena itu melalui tulisan ini  saya mengajak “panjenengan” semua untuk merapatkan barisan untuk menjaga keutuhan NKRI ini. Hanya dengan satu kata NKRI harga mati.

(L/Lpm Bursa)

0 Comments