Penguatan Formulasi Hukum Islam dalam Kemajemukan.

Penguatan Formulasi Hukum Islam dalam Kemajemukan.

bapak Irwan Masduqi sedang memberikan pesan kepada para peserta di lantai 3 gedung hijau UNISNU Jepara Senin (22/5)

Jepara (22/5) – fakultas Syariah dan Hukum melakukan seminar nasional dengan tema Penguatan Formulasi Hukum Islam Indonesia. Seminar kali ini mengundang dua narasumber yaitu bapak H. Mahmutarom HR rektor dari Universitas Wahid Hasyim Semarang dan bapak Irwan Masduqi seorang pengasuh ponpes As-Syalafiyah Mlangi Sleman. Seminar kali ini dilakukan di lantai 3 gedung UNISNU Jepara.

Dengan mengangkat tema tersebut, diharapkan para peserta bisa memahami dan menempatkan pemikiran dalam konteks kebangsaan Indonesia. Hal ini disampaikan oleh dekan fakultas Syariah dalam sambutannya. Menurut beliau dengan kondisi Indonesia yang semakin memanas ini dikarenakan masih belum pahamnya masyarakat yang memahami tentang ad-din, syariah dan fiqh. Banyak ynag menganggap ketiganya merupakan hal yang sama. Padahal ketiganya merupakan hal yang berbeda.

Bapak Mahmutarom menyampaikan bahwa sejak kecil kita sudah dijarkan berpikir secara saintik logik yaitu hanya mengedepankan akal. Padahal tubuh kita tidak hanya terdiri dari akal saja tetapi juga ruh, jiwa dan hati. Keempat hal ini juga harus dipenuhi kebutuhannya. Dalam memutuskan perkara seorang hakim juga tidak hanya berdasarkan akal tetapi juga hati nurani. Beliau menekankan untuk tidak hanya melihat sesuatu dari akal saja tetapi juga dengan hati nurani.

Beliau mencontohkan tentang ajaran Nabi Khidzir kepada Nabi Musa. Waktu itu Nabi Musa disuruh untuk membunuh seorang anak kecil dna membangun rumah orang yang menganiaya anak yatim. Jika dipahami secara tekstualis tentu hal ini tidak sesuai dengan kondisi zaman sekarang. Beliau menafsirkan membunuh anak yatim dengan membunuh hawa nafsu karena kelakuan orang yang dipenuhi hawa nafsu seperti anak kecil. Sedangkan membangun rumah diibaratkan sebagai membangun jasmani. Jika jasmanianya sehat maka dia bisa melakukan aktivitas apa pun.

Ada beberapa hal yang menyebabkan kendala bagi formulasi hukum Islam di Indonesia yaitu kemajemukan bangsa, metode pendidikan hukum yang mewarisi hukum kolonial Belanda, kurangnya pengkajian hukum Islam sehingga tidak ada pembaruan hukum Islam, pengkajian hukum Islam terletak di anatara ilmu agama dan ilmu hukum dan perkembangan kualitas ketaatan umat Islam yang lemah terutama keyakinan syariah dan moralnya.

“Nilai-nilai Islam harus dikembangkan karena teks selalu terikat dengan ruang dan waktu. Jadi dalam hal ini, nilai-nilai atau substansinya yang harus dikembangkan dalam pembentukan formulasi hukum Islam” tambah beliau

Sedangkan bapak Irwan Masduqi menyampaikan jika bangsa Indonesia ini sedang menghadapi berbagai isu  yaitu isu intoleransi, terorisme, kontestasi ideologi, penguasaan SDA, problem pendidikan dan berbagai isu lainnya. Menurut beliau syariat Islam yang dipaksakan dapat menimbulkan sisintegrasi antar umat. Jika dipaksakan maka akan menimbulkan resistensi terhadap umat Islam. Untuk itu dalam pendekatannya pun harus dengan pendekatan yang pelan-pelan yaitu melalui budaya. Jika langsung dipaksakan melalui Undang-Undang maka hal itu dapat menimbulkan polemik dan perpecahan.

Beliau mencontohkan para sahabat yang lebih mengedepankan kemashlahatan umat untuk menghindari perpecahan. Beliau juga menjelaskan tentang penyebaran Islam yang dilakukan oleh para walisongo melalui pendekatan budaya tidak peperangan. Yaitu melalui tradisi-tradisi yang sudah ada dan diisi dengan ajaran-ajaran Islam.

“Untuk itu dalam memformulasikan hukum Islam di Indonesia tidak hanya dengan teksnya tetapi juga kontekstualisnya. Selain itu juga tidak hanya melihat satu sisi tapi juga sisi-sisi yang lain. Diharapkan formulasi hukum Islam di Indonesia bisa visioner, tidka memecah belah dan toleran dengan umat lain” ujar beliau.

Beliau juga menjelaskan jika Indonesia merupakan negara yang dijadikan Islam moderat. Negara yang plural namun bisa menjaga toleransi antar umat dan suku yang berbeda. Hal ini menjadi prestasi tersendiri bagi negara Indonesia yang plural (Sri Pujiati/ LPM BURSA).


0 Comments