LPKBH UNISNU Adakan Kelas Paralegal

LPKBH UNISNU Adakan Kelas Paralegal

ibu Eva sedang memberikan penjelasan tentang paralegal dalam kegiatan kelas paralegal yang diadakan oleh LPKBH di lantai 3 gedung hijau UNISNU, Sabtu (22/4)

Sabtu (22/4)- LPKBH (Lembaga Pendidikan, Kajian dan Bantuan Hukum) mengadakan kelas paralegal untuk mahasiswa maupun alumni. ini merupakan kelas paralegal yang kedua kalinya diadakan oleh LPKBH UNISNU. Sebelumnya juga mengadakan kelas paralegal yang diadakan di gedung LPWP UNDIP tahun lalu. Sedangkan kelas paralegal ini diadakan di UNISNU lantai tiga ruang pertemuan. Paralegal merupakan orang yang memberikan bantuan hukum meskipun tidak berlatar belakang pendidikan hukum. Jadi, kelas paralegal ini terbuka untuk umum tidak hanya mahasiswa fakultas Syariah saja. 

Menurut direktur LPKBH, bapak Wahidullah, kegiatan paralegal ini diharapkan mampu memberi gambaran kepada peserta tentang praktik paralegal. Beliau juga berharap para peserta bisa benar-benar berkomitmen untuk mengikuti kelas ini. Agar nanti bisa dipraktikkan langsung di masyarakat. 

Hal serupa juga diungkapkan oleh bu Mayadina, selaku dekan fakultasSyariah. Beliau menyatakan jika tantangan mahasiswa hukum ke depannya itu semakin berat sehingga mahsiswa perlu membekali diri dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan. Khususnya pengetahuan mengenai hukum. Beliau juga berharap para mahasiswa bisa membaca, menulis dan beretorika dengan baik. karena ketiga hal tersebut sangat penting untuk dikuasai.

Kelas paralegal kali ini diisi oleh advokat dari LBH Semarang yaitu ibu Evarisan. Ibu dua anak ini merupakan seorang asli Bengkulu dan sudah memiliki pengalaman dalam mendampingi kasus-kasus hukum baik itu litigasi maupun nonlitigasi. 

Untuk eklas paralegal ini dikhususkan untuk pendampingan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sesuai dengan tema dari kelas paralegal kali ini yaitu “ Menjadi paralegal yang mahir dalam menangani korban kekerasan terhadap perempuan dan anak”. Menurut beliau permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak masih sering terjadi. Hal ini diakibatkan masih banyak orang yang keliru dalam menafsirkan pengertian gender dan sex. 

Masyarakat beranggapan bahwa keduanya merupakan sama padahal sex dan gender merupakan dua hal yang berbeda. Sex merupakan bentuk atau fungsi biologis pemberian Tuhan yang bersifat kodrati atau tidak dapat dipertukarkan. Sedangkan gender merupakan suatu sifat yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural oelh masyarakat. Hingga sekarang masalah gender masih sering dipersoalkan karena menimbulkan ketidakadilan terhadap perempuan. 

Bentuk-bentuk keadilan itu di antaranya diskriminasi, subordinasi, marginalisasi, steorotip dan peran ganda. Selain itu juga perempuan masih sering mengalami kekerasan baik itu dalam lingkup publik maupun privat. 

Setelah menjelaskan mengenai materi tentang gender, ibu Eva pun mengajarkan bagaimana mendampingi para korban atau klien. Beliau menjelaskan sebelum mendampingi terlebih dahulu harus membangun empati mana yang harus dibela atau didampingi. Sebagai paralegal kita juga harus membekali diri dengan pengetahuan-pengetahuan tentang hukum. Seperti KUHP, KUHAP dan peraturan perundang-undangan lainnya. Agar kita tidak salah langkah dalam mengambil keputusan. 

Setelah itu juga beliau memberikan contoh beberapa kasus tentang kekerasan terhadap perempuan anak. Sedangkan para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dan diberi kesempatan untuk mengambil langkah dalam menangani kasus terebut. Setelah itu para peserta disuruh untuk mempresentasikan hasil diskusi dengan kelompok tersebut. 

Kelas paralegal ditutup dengan pengambilan sumpah oleh dekan fakultas Syariah dan Hukum. Pengambilan sumpah ini dilakukan agar para peserta benar-benar berkomitmen untuk mempraktikkan teori yang didapat hari ini. sehingga diharapkan ke depannya nanti para peserta mampu memberikan pendampingan terhadap kekerasan yang terjadi di masyarakat (Sri Pujiati/ LPM BURSA)

0 Comments