Menuntut kesadaran perlindungan anak

stop kekerasan terhadp anak dan perempuan
LPMBURSA.COM, Jepara - Dewasa ini Perlindungan terhadap anak sangatlah diperlukan. Betapa hebohnya negeri tercinta ini dengan berita-berita yang ada dimedi masa bahwa setiap harinya selalu ada kekerasan terhadap anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat pada tahun 2013 setidaknya terdapat 3.339 kasus dan pada tahun 2014 ada 2.737 kasus kekerasan anak. Serta yang lebih mengejutkan lagi pada Tahun 2015 KPAI memprediksi tingkat kekerasan dengan pelaku anak akan naik sekitar 12-18%. Hal tersebut membuktikan bahwa kekerasan terhadap anak tidak akan berhenti setiap tahunnya dan kemungkinan grafik kekerasan anak tersebut akan meningkat.

Walaupun kita ketahui secara bersama bahwa agama sebagai benteng awal peraturan kehidupan manusia telah melarang kekerasan terhadap anak dalam bentuk apapun seperti kekerasan fisik, kekerasan mental ataupun yang lebih parahnya adalah kekerasan seksual. Atau mungkin pesan-pesan yang telah dibawa oleh agama sudah tidak mampu diterima oleh manusia sehingga kekerasan tersebut masih saja terjadi. 
Artikel terkait: All is Caused by Mass Media

Kekerasan terhadap anak menimbulkan efek yang merugikan terhadap anak. Jangka pendeknya anak akan mengalami mimpi-mimpi buruk bahkan ketakutan terhadap orang lain (trauma). Serta dampak panjangnya adalah anak-akan mengalami fobia terhadap hubungan seks bagi korban kekerasan seksual. Ada pula kemungkinan seorang anak yang pernah mengalami kekerasan tersebut suatu saat akan menjadi pelaku, karena bila seorang anak tidak disembuhkan psikologinya akan beranggapan bahwa “saya pernah menjadi korban kekerasan, dan saya harus melampiaskannya kepada orang lain agar mereka tau apa yang aku rasakan dulu.”

Negara Indonesia sudah banyak mengeluarkan fatwa-fatwa untuk melindungi anak melalui peraturan yang dibuatnya. Sebut saja undang-undang nomor 23 tahun 2002 atau bahkan undang-undang nomor 35 tahun 2014 yang baru disahkan pada bulan oktober tahun 2014 lalu. Namun nyatanya pelaku-pelaku kekerasan terhadap anak selalu hadir walaupun sudah diancam dengan hukuman (sanksi) yang tinggi. Atau hukuman terhadap pelaku belum dirasa menakutkan? Ataukah mungkin proses sosialisasi undang-undang belum dilaksanakan secara maksimal oleh instansi-instansi terkait?.

Kekerasan terhadap anak akan berbuntut panjang pada negeri ini karena anak merupakan aset investasi bangsa dimasa depan. Karena anak merupakan aset penerus bangsa dan anaklah yang kelak akan membangun serta merumuskan kebijakan negara sehingga anak haruslah dilindungi oleh setiap leading sektor. Semuanya harus turun tangan untuk membantu menuntaskan kekerasan anak. Misalnya dari pihak keluarga sebagai tempat pendidikan pertama bagi anak. Dalam keluarga, anak akan dicetak pemikirannya dan karakter seorag anak dipenguruhi juga olehnya, sehingga tidak perlu menggunakan cara-cara yang berujung pada kekerasan dalam mendidik anak. 
 
Kedua, dari segi peraturan dan implemtasi hukumnya. Bila peraturan yang sudah ada ditegakkan dengan tegas terhadap pelaku pastinya kekerasan terhadap anak akan menurun. Serta pelindungan terhadap korban kekerasan anak harus dilindungi secara maksimal untuk menyembuhkan psikologis lahir dan batin korban. Ketiga, sosialisasi dari instansi terkait harus dilaksanakan secara maksimal tidak hanya asal (formalitas) membuat sosialisasi agar menyelesaikan program kerja dari instansi tersebut. Dan yang paling penting adalah kita secara bersama-sama mewujudkan satu pemahaman bahwa awal dari hilangnya kekerasan anak mulai dari diri kita sendiri. Sehingga sebelum kita berharap terhadap instansi, pemerintah atau keluarga minimal kita sudah mencegah kekerasan terhadapa anak. (SHIMA)

0 Comments