Melirik Pesona Alam Air Terjun Kedung Ombo

Pesona Alam Air Terjun Kedung Ombo

 

Pesona Air Terjun Kedung Ombo
Kabarnya salah satu pesona alam yang berupa air terjun ini memiliki keunikan yang berbeda dari air terjun pada umumnya. Selain airnya yang jernih, kabarnya tebing dan bebatuan disana, merupakan tumpukan bebatuan yang bertumpuk-tumpuk rapi berbentuk persegi, layaknya buatan manusia merupakan hasil dari aktifitas alamiah tanpa campur tangan manusia sama sekali. Tim redaksi SHIMA mencoba membuktikan kabar itu dengan terjun langsung ke lokasi, serta menggali informasi di balik mistis yang beredar mengenai Kedung Ombo di kalangan masyarakat.

Kala itu mendung masih bergelayut mengiringi perjalanan kami, namun hal itu seolah tak menggoyahkan niat kami untuk melihat eksotisme air terjun Kedung Ombo. Kami pun terus melaju menuju lokasi air terjun yang dikabarkan memiliki keunikan tersendiri sehingga rasa penasaran kami terus memacu semangat menuju Desa Papasan Rt 09 / 02 Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara.

Tak terasa setelah satu setengah jam mengendarai sepeda motor dengan kecepatan sedang, kami tiba di Desa Papasan. Setelah setibanya disana kami tak langsung menuju lokasi tujuan, melainkan bersilaturahmi terlebih dahulu di kediaman Petinggi (Kepala Desa) guna meminta ijin dan restu dari beliau. Kebetulan di kediaman beliau sedang dijadikan sebagai salah satu posko Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari salah satu universitas di kabupaten Kudus. Kami pun disambut dengan hangat, setelah beberapa menit berbincang akhirnya kami di dampingi kerabat beliau segera berangkat menuju tempat tujuan yang telah kami nantikan.

Dari kediman Beliau kami serombongan berangkat menuju Air Terjun tersebut yang berjarak sekitar kurang lebih 5,5 Km. Setelah melewati perbatasan desa dengan kawasan hutan, kami di sajikan pemandangan yang memukau. Karena letak kawasan ini masih merupakan kawasan lereng Gunung Muria ditambah suhu dingin di musim penghujan, sehingga banyak kabut yang masih menyelimuti pemandangan alam sekitar. Dari ketinggian tersebut, ditengah-tengah tanah lapang, kami melihat hamparan lebatnya hutan yang masih hijau di selimuti kabut tipis, dengan hiasan gunung di kanan kiri yang juga berkabut, beserta aliran sungai dibawahnya yang merupakan anak sungai dari Kedung Ombo. Benar – benbar memanjakan mata.

Di musim penghujan, perjalanan menuju lokasi, yakni Air Terjun Kedung Ombo bukanlah hal yang mudah, dikarenakan harus menempuh perjalanan melewati jalan setapak yang licin, jalanan yang menanjak serta curam dan berkelok sehingga sesekali membuat kami terpeleset. Hal ini membuat perjalanan kami cukup menantang sekaligus berkesan.

Setelah kurang lebih 2,5 km kami lalui dengan menaiki sepeda motor, kami pun harus berhenti dan memarkirkan sepeda motor di pinggir jalan. Karena medan yang tidak memungkinkan untuk kami lalui dengan sepeda motor, terpaksa kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Meski begitu ada pula petani yang tetap nekat berani menggunakan sepeda motor menuju ladangnya. Karena tak ingin menanggung resiko, kami pun mengalah dengan medan.

1,5 Km kami berjalan kaki di jalan yang sangat becek dan licin serta menanjak. Kami pun masih harus menyeberang sungai berbatu yang lebarnya sekitar 11 meter dengan arus yang cukup deras. Namun begitu, aliran sungai ini jernih, segar dan memiliki pesona indah sehingga mampu mengobati sedikit lelahnya kami. Setelah beristirahat sejenak kami pun melanjutkan perjalanan. Ternyata medan selanjutnya pun tak kalah menantang. Banyak dari kami yang belum terbiasa dengan perjalanan seperti ini pun harus menghela napas panjang, karena jalan yang kami lalui lebih menanjak dan licin.

Sembari bersendau gurau diiringi kicauan burung dan bunyian khas serangga hutan kami terus berjalan. Tak lama kita berjalan kami dikejutkan dengan empat air terjun yang berjajar pada satu tebing, di sisi kiri tebing yang kami daki. Masing-masing air terjun itu berjarak sekitar 40 meter dengan ketinggian kurang lebih 800 kaki. Airnya yang jernih dan beriak jatuh terlihat seperti air putih yang jatuh dari langit bila terlihat dari kejauhan. Kami yang memang pertama kalinya mendatangi kawasan ini pun sangat terpukau. Kami merasa perjalanan ekstrim kami tidak sia-sia. Dengan Memuji segala KuasaNya, kami akhirnya melanjutkan perjalanan dengan lebih girang.

Foto Reporter LPM BURSA saat peliputan Air Terjun Kedung Ombo

Tak terasa kami telah berjalan sekitar setengah kilometer lebih, dan kami mendapati aliran sungai yang harus kami sebrangi lagi. Sungai kali ini lebih besar dan dalam, berbatu juga licin, serta memiliki arus yang lebih deras. Menurut Mas Dwi, selaku pemandu perjalanan kami, ini merupakan aliran air terjun kedung ombo. Dan ternyata benar, sungai yang kami pijaki ini berada di tengah-tengah pegunungan ini. Sekitar 8 m dari kami terlihat semak-semak yang menutupi akhir dari jatuhnya aliran sungai ini, itulah sebabnya mengapa arus sungai di depan kami ini sangat deras, karena aliran sungai ini mengarah jatuh dari ketinggian tebing, sehingga jika kita lihat dari bawah maka kita akan mendapati sebuah Air terjun. Hal ini menandakan beberapa menit lagi kami bisa menyaksikan air terjun dari jatuhnya aliran sungai ini. Maka dari itu kami harus menyebrangi sungai ini dan berjalan menuruni jalan setapak yang dikelilingi rerimbun semak dan pohon. Untuk melalui sungai ini harus diperlukan kewaspadaan dan kehati-hatian yang ekstra, sebab salah langkah maupun ceroboh sedikit kita bisa terpeleset dan terseret arus menuju air terjun.

Setelah menyebrangi sungai ini kami pun berjalan menurun mengikuti jalan menapak dan berbatu. Tak disangka, setelah kami pastikan dengan seksama ternyata bebatuan di sekeliling jalan yang kami lalui ini bersudut dan 90 % menyerupai kotak maupun persegi panjang, bahkan ada yang bentuknya menyusun seperti tangga sehingga kami jadikan pijakan. Setelah sampai dibawah, kamipun di pesonakan oleh Air Terjun Kedung Ombo.

Dan ternyata benar, tebing-tebing dari air terjun ini seolah seperti menumpuk tersusun, atau seperti ondak-ondakan. Hal ini mengingatkan kami dengan tumpukan batu pada susunan bangunan Menara Kudus.

Perihal Air Terjun Kedung Ombo


Keindahan Air Terjun ini benar-benar alami. Akan sangat di sayangkan apabila Air Terjun ini tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah, mengingat keindahan dan keunikan yang ada padanya. Berdasarkan dari keterangan Bpk Zainal Arifin, pada bulan Desember lalu Wakil DPR, Bpk Sunandar, telah berkunjung ke Desa Papasan sekaligus survei ke lokasi, tidak hanya beliau, tokoh lain dari pihak pengamat obyek wisata juga telah berkunjung beberapa kali untuk melihat seberapa besar potensi Air Terjun Kedung Ombo tersebut untuk bisa di jadikan sebagai objek wisata resmi, namun mengingat sulitnya medan tempuh yang berjarak begitu jauh, hal itu membutuhkan dana yang sangat besar guna perbaikan infrastrukturnya, belum juga yang lain-lain.

Obyek ini juga hanya baru diketahui oleh sebagian orang yang mendapat kabarnya hanya dari mulut ke mulut saja. Sulitnya ekspos media pun karena letaknya yang terpencil dan jangkauannya sulit. Namun menurut beberapa warga desa Papasan, obyek ini sering kali ramai dikunjungi, entah itu dari warga sendiri juga dari luar daerah, terutama ketika Kupatan.



Mitos Air terjun Kedung Ombo

Lain ladang lain belalang, begitulah ibaratnya. Setiap tempat seringkali memiliki mitosnya masing-masing. Namun di Desa Papasan ini justru bukan di Lokasi Air Terjun Kedung Ombo yang memiliki mitos, melainkan akses jalannya. Berdasarkan cerita dari Bpk Zainal, jalan menuju air terjun tepatnya sekitar 200 meter dari batas akhir perumahan warga, tidak boleh dilewati oleh orang yang baru saja menikah, tepatnya sebelum Nyelapan atau 40 hari, sebab apabila itu dilanggar maka orang tersebut akan gila atau kehilanhan kesadarannya, Sehingga rumah tangganya akan berantakan, bahkan ia tak akan mengenali pasangannya.

Berdasarkan cerita, pada zaman dahulu kala terdapat seorang lelaki yang bernama Raseno tinggal diwilayah tersebut. Ia adalah seorang yang sakti dan menguasai ilmu perdukunan. Pada zaman itu ia dikenal sebagai sosok orang yang sangat jahat. Dialah yang memiliki tanah di perbatasan rumah penduduk Desa Papasan itu. Namun ketika ia akan pergi dari wilayah desa tersebut, ia tak rela bila tanahnya akan dimiliki orang lain. Sehingga ia memberi kutukan, barang siapa yang berada diwilayah tanah miliknya, dan orang tersebut baru saja menikah maka pernikahannya akan berantakan dan hancur.

Demikianlah mitos yang beredar dikalangan masyarakat dan mitos tersebut masih diakui hingga sekarang. Apalagi menurut cerita, mitos tersebut memang terbukti. Tidak hanya warga dari Desa Papasan yang mendapat tulah akibat melanggar tatanan mitos tersebut, melainkan warga dari desa lain yang tidak tahu menahu pun mengalaminya.
 






Penulis: Laily Nur Anisah (Mahasiswi Fakultas Syari'ah dan Hukum UNISNU Jepara)
*Artikel dimuat di Majalah SHIMA edisi 14 yang diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahsasiswa BURSA Fakultas Syari'ah dan Hukum UNISNU Jepara.

1 Comments

  1. Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai "Melirik Pesona Alam Air Terjun Kedung Ombo".
    Saya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai pariwisata yang bisa anda kunjungi di disini

    ReplyDelete