Desa sebagai Awal Kejahteraan Bangsa Indonesia

Desa sebagai Awal Kejahteraan Bangsa Indonesia
Sumber: Istimewa
LPMBURSA.COM, Jepara - Desa mempunyai sebutan berbeda di masing-masing daerah, telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Sebagai bukti kebera-daannya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 seb-lum mengamami amandemen me-nyebutkan bahwa “Dalam territori (Wilayah-red) Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 “Zelfbesturende landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti Desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, Dusun dan Marga di Palembang, dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susu-nan Asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dengan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut”. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan diberikan jaminan untuk keber-langsungan hidupnya dalam Nega-ra Kesatuan Republik Indonesia.

Sepenggal alasan itulah yang menjadi dasar pemerintah Indone-sia membuat aturan-aturan berupa Undang-undang untuk mengelola dan menata sistem (perekonomian, SDA dll) yang nantinya akan ditera-pakan disetiap desa. Sama halnya dengan tingkatan pemerintah mu-lai dari pemerintah pusat, pemerin-tah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, desa tidak lepas dari perhatian khusus dari pemerintah. Ini terjadi karena un-sur terkecil masyarakat terakomo-dir dalam sebuah pemerintahan desa, artinya pemerintahan desa adalah penyelenggara pemerinta-han yang paling dekat dengan ke-berlangsungan bermasyarakat.

Peraturan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur sistem pemerintahan desa memang sangat diperlukan, utamanya dalam me-laksanakan cita-cita bangsa yaitu masyarakat yang adil dan makmur. Untuk itu pemerintah menge-luarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang mana didalam undang-undang tersebut mengatur berjalannya sistem pemerintahan desa. Bahkan, pemberdayaan ter-hadap masyarakat desa juga ada dalam peraturan tersebut.

Menengok kebelakang, selama ini peraturan yang ada sudah cukup menjadi pijakan dalam menjalan-kan pemerintahan desa dan meng-akomodir segala kebutuhan mas-yarakat. Peraturan ini menjadi le-bih baik karena akan meningkat-kan Kemandirian desa dan paksaan kepada masyarakat untuk lebih ak-tif dalam rangka membangun bangsa lebih menonjol. Subuah gagasan yang patut diapresiasi de-ngan bentuk melakukan amanat UU dengan sebaik-baiknya.
Artikel terkait: Urgensi dalam Perumusan Hukum (UU)

Bukan berarti tanpa masalah
UU No. 6 Tahun 2014 ini tidak lepas dari kekurangan. Secara umum muatan yang ada sudah me-madai, namun dirasa masih akan terjadi “eror” dalam pelaksanaan-nya. Pengawasan pemerintah desa untuk melaksanakan amanat terse-but masih jauh dari kata sempurna. Kebebasan dalam pengelolaan de-sa yang diberikan justru menjadi salah satu penyebab “eror” karena ruang lingkup yang terpecah men-jadi bagian-bagian kecil mem-berikan kesempatan lebih banyak terhadap orang yang berkuasa. Da-lam arti lain persaingan terjadi ha-nya dalam lingkup desa dan tidak perlu tenaga besar untuk mempero-leh kekuasaan tersebut.

Gagasan yang mendorong un-tuk perbaikan secara kolektif ini akan terjadi ketimpangan antara objek program tersebut dengan ke-siapan pelakunya. SDM yang ku-rang mumpuni akan berimbas pada dinamika publik yang pada kali ini dalam lingkup masyarakat desa. Dengan ini hendaknya pemerintah yang lebih tinggi harus bertang-gung jawab atas ketidak mampuan aparatur desa dalam mengelola sesuai amanat undang undang.

Menelaah lebih jauh, 10% dana APBN yang akan digelontorkan akan menjadi permasalahan babak baru. Disisi lain dengan adanya anggaran tersebut sangat positif ji-ka penggunaan bantuan ini dapat di-optimalkan di pemerintah desa ma-ka perlahan-lahan desa itu akan makin berkembang setiap tahun-nya, dan tentunya perkembangan tersebut berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat di desa terse-but. Selanjutnya, jika kesejahteraan rakyat desa membaik tentu kesejah-teraan Indonesia perlahan-lahan akan tercapai. Namun dana sekitar 650-800 juta yang digelontorkan untuk setiap desa melalui rekening masing-masing desa secara langsu-ng justru menjadi salah satu celah tindak pidana korupsi. 

Kalau biasanya korupsi ada di tataran pemerintah atas, dengan adanya bantuan dana ini akan mem-buka adanya praktik korupsi yang bahkan sampai tingkat desa. Hal ini makin mengkhawatirkan jika dana yang keluar tidak sesuai atau tidak sama dengan jumlah yang diterima oleh desa. Selain itu, masih ada ke-raguan tentang kapabilitas peme-rintahan desa dalam mengelola uang tersebut, dikhawatirkan pe-merintah desa tidak mampu me-maksimalkan uang tersebut. Apalagi belum ada peratu-ran yang secara detail me-ngatur regulasi pengawasan atas pengelolaan anggaran tersebut.

Pemerintah pusat mau-pun daerah memiliki tang-gung jawab yang besar terkait masa depan pemba-ngunan Indonesia kedepan. Dengan disahkannya UU Desa seharusnya akan mam-pu memberikan dampak yang positif terhadap per-kembangan pembangunan kedepan. Tidak hanya seke-dar pengalihan anggaran dan tanggungjawab pada peme-rintah desa. Terkait perso-alan SDM yang ada di desa selama ini pertimbangan kualitas hingga distribusi kapasitas SDM perlu menja-di pertimbangan utama. Keadaan ini menjadi sebuah prasyarat mutlak yang perlu disetarakan agar mampu mewujud-kan konsensus dalam sistem pe-ngelolaan pemerintahan kedepan. Sehingga persoalan terkait salah pengelolaan tidak akan lagi men-jadi soal yang serius dalam per-kembangan selanjutnya.
Dengan disahkannya UU Desa sebenarnya memiliki makna baru terkait kepercayaan desa sebagai lembaga yang dipandang setara dengan beberapa perwakilan dinas di daerah maupun lembaga daerah di atasnya. Tidak hanya sebagai lembaga yang menyediakan pe-ngantar surat, kaki tangan pemerin-tah melainkan lembaga yang secara mandiri dan mempunyai tugas menjaga kesejahteraan masyarakat unit kecil dilingkungannya. Konse-kuensi ini memberikan pandangan akan adanya profesionalisme ki-nerja yang dapat di pantau secara transparan bahkan akuntabel. De-ngan berbagai unsur lokalitas yang ada desa memiliki berbagai masa-lah lain terkait sistem pemerinta-han lokal desa. Sistem adat yang satu dengan lain saling berbeda. Hal ini juga harus menjadi per-timbangan. Sistem pemerintahan seperti apa yang memang layak dan dapat mengakomodasi hal ini. Tentunya ada hal lain terkait sistem monitoring, evaluasi dan kontrol terkait dengan kebutuhan masyara-kat agar pelaksanaan UU desa ini akan mampu menjadi amanat bersama. (S)

*Artikel ditulis oleh: Joko Syahputra (Pimpinan Umum LPM BURSA Periode 2013-2014)

0 Comments