Pluralisme di Negara Indonesia

Membincang pluralisme selalu menjadi kajian yang menarik bila di kaitkan Negara Indonesia. Baik dalam seminar, diskusi rutinan mahasiswa hingga media lokal ikut membincang pluralisme. Dimana pada titik poinnya yang menjadi bahan pemikiran adalah seorang tokoh pluralisme atau dikenal dengan bapak pluralis. Yaitu presiden Republik Indonesia ke empat, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Dalam karya-karnyanya banyak sekali tertuang pemikiran toleransi beragama dengan sentral nasionalisme. Walaupun dalam prosesnya sempat dikafirkan oleh sebagian kelompok, karna melihat Gus Dur acap kali keluar masuk gereja dan dikira pindah agama.

Indonesia masih sangat miskin akan pluralisme, hal ini terlihat tidak adanya toleransi antar agama. Muncul gerakan-gerakan radikal yang merusak gereja dan tempat peribadatan selain keyakinan mereka. Perbedaan pendapat dan keyakinan menjadi awal dari perseteruan antar warga. Sikap semacam ini tentu sangat jauh sekali dengan nasionalisme yang mengajarkan rukun antar agama. Lebih tepatnya Gus Dur memberi gambaran bahwa Negara ini merdeka bukan hanya hasil perjuangan satu kelompok, melainkan berbagai suku dan budaya yang ada di Indonesia ini.
Melirik idiologi bangsa ini tentu sudah mengandung nilai-nilai pluralisme, termaktub dalam Pancasila yang menjunjung tinggi kesatuan dan persatuan, demikian juga batang tubuh UU 1945 pasal 29 yang memberikan kebebasan beragama. Nampaknya idiologi bangsa ini belum dapat difahami oleh semua lapisan masyarakat Indonesia. Namun, tidak dapat juga dijadikan alasan, karna perpolitikan Indonesia bermain dalam lingkup idiologi, agama dan lain sebagainya. Sehingga tampak jelas semacam adu domba demi kepentingan kelompok tertentu. Disisi lain, perbedaan agama, adat, bahasa menjadi penghalang berlakunya pluralisme melalui pemahaman idiologi bangsa.

Sudut pandang gerakan radikalisme mempunyai tujuan sebuah kepentingan agama tertentu, untuk islamisasi atau kristenisasi. Kiranya kurang tepat bila karna manusia beragama untuk memilih, sesuai pernyataan KH. Hasyim Asy'ari, “Sebenarnya Indonesia ini untuk dijadikan negara Islam sangatlah mudah, Hanya saja Allah justru berkehendak menampakkan kuasa-Nya terhadap bangsa ini lewat keberagaman, mulai suku,bahasa, ras yang berbeda itu (Bhineka), Tuhan menghadirkan Islam untuk merangkul mereka semua sebagai perwujudan Rahmatan Lil'alamin (Tunggal Ika)”.
Pluralisme di negara Indonesia, Keragaman, umat beragama, umat beragama
simbolis kerukunan umat beragama

Negara Indonesia didirikan diatas keberaneka ragaman (Bhineka Tunggal Ika)  Suku, Bahasa, Budaya, Adat Istiadat dan Agama, Keberaneka ragaman itu diikat dengan sebuah idiologi negara yaitu Pancasila dan Undang-undang 1945. Demi terjalinnya kehidupan yang harmonis didalam konteks ini Gus Dur dengan pluralisnya mencoba untuk mewadahi itu semua yang di wujudkan dengan sifat Humanis antar umat beragama, sifat toleran, tanpa ada marginalisasi terhadap suatu kaum yang berbeda dengan Umat Islam.

Memaknai Pluralisme
Kata pluralisme berasal dari dari  dua kata plural dan tambahan isme, Plural sendiri didalam Kamus Bahasa Inggris mengandung pengertian Berarti Jamak, Banyak, sedangkan isme adalah tambahan yang mengandung arti sebuah Faham bisa juga  aliran. Sedangkan jika di gabung kedua kata tersebut Pluralisme mengandung pengertian dalam konteks agama “suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif”.

Definisi dari pluralisme diatas adalah arti secara ideal, pengertian diatas tentunya bertentangan dengan paham kita pada saat ini (orang Islam, Yahudi, Kristen, Budha) karena setiap agama mengeklaim jika agama merekalah yang paling baik menurut keyakinannya. Sedangkan arti pluralisme diatas mengangap jika semua agama adalah benar dan nantinya akan masuk surga semua. Dalam hal ini Gus Dur membagi pluralisme menjadi dua yaitu pluralisme teologis dan pluralisme sosial. Pluralisme teologis jika sesorang berkeyakinan bahwa semua agama adalah satu tuhan, hanya  satu tuhan yang diyakini oleh semua umat. Tuhan itu satu hanya penyebutannya yang berbeda, semua nama itu pada hakikatnya adalah sama.

Konsepsi yang selanjutnya adalah pluralisme sosialis, yaitu semua agama mengajarkan sifat kemanusiaan, kasih sayang, tolong menolong antar sesama, menghargai perbedaan antar agama, ras,  suku, bahasa dan lain-lain. Tidak ada agama satupun yang mengajarkan tentang kebencian antar perbedaan agama, konflik terhadap perbedaan suku, merusak lingkungan.

Pemaknaan pluralisme sosialis ini bahwa semua agama  diajak untuk menjunjung tinggi kemanusiaan, dan menghargai  perbedaan, mengakui keberadaan orang lain  yang tidak memeluk agam Islam.

Sehingga dari dua konsep tadi tentunya yang paling relevan dengan pemikiran Gus Dur  tentang pluralisme adalah pluralisme sosialis, yang lebih menekankan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, toleransi, gotong royong serta menghargai perbedaan antar agama lain.

Pemikiran Gus Dur tentang pluralisme sosialis sangat menarik untuk diterapkan dalam negara Indonesia. Dilihat dari sisi topografi serta sosiologis masyarakatnya memiliki beranekaragam agama, sehingga sangat rentan dengan gesekan-gesekan sosial jika tidak dijunjung tinggi dengan sifat Plural terhadap perbedaan yang ada.

Sebagai penerus bangsa tentu patut melestarikan dan memberikan pemahaman tentang pluralisme dengan dasar nasionalisme. S

0 Comments