Perayaan Natal dalam Perspektif Mahasiswa UNISNU Sebagai Mahasiswa NU

Lakumdiinukum waliyadiin, dari penggalaan salah satu surat dalam Al-Qur’an itulah yang menjadi acuan mengenai pembahasan perayaan natal dalam perspektif mahasiswa selaku komponen dari warga Nahdliyin. Sudah banyak sejarah yang menjadi saksi dunia bahwa keberadaan agama terutama antara Islam dan Kristen selalu gencar dengan adanya berbagai insiden. Sebagian pemeluk yang memahami apa esensi dari keyakinan mereka memberi mafhum (paham) terhadap setiap persoalan yang terangkat dan mencoba mengambil hikmah dari setiap kejadian.

Namun, tak sedikit pula yang masih banyak menyimpan kontra. Maka disini akan timbul pertanyaan dan pandangan setelah adanya ke-mafhuman yang kemudian terdeklarasikannya suatu keinginan untuk tetap menjaga kedamaian antara umat kristiani dan muslim. Bagi umat kristiani Natal merupakan moment sekaligus simbol persatuan umat Kristen sedunia, sehingga tak heran jika perayaan hari natal selalu terkesan meriah, entah itu dalam lintas media massa maupun dalam implementasi yang kental dengan kebudayaan natal. Begitu juga dengan umat muslim yang juga memiliki moment yang serupa yang beresensikan sebagai hari kemenangan umat muslim sekaligus simbol persatuan.

Dalam syariat Islam sendiri kita dianjurkan untuk tetap menjaga silaturahmi terhadap siapapun serta menjunjung integritas dan toleransi. Wujud dari toleransi tersebut kita bisa melihat maupun merasakan dengan adanya hari cuti bersama atau hari libur pada saat hari besar agama lain.

Dengan adanya moment ini, salah satu anggota dari UKM MENWA, Muhammad Nur Faid memaparkan “selaku warga NU yang berhaluan Aswaja kita harus tetap menghormati dengan baik”. Ia menjelaskan mengenai adat Natal yang salah satunya adalah pemberian hadiah atau makanan, “tentu saja menerima, sebab jika menolak tentu akan menyebabkan ketersinggungan bagi pemberinya, lagi pula dalam Islam tidak ada larangan untuk menerima hadiah atau pemberian selagi tidak menyangkut akidah, dan Islam juga mengajarkan bahwa menolak rizki itu juga tidak baik”. tanggapnya dengan senyum arif.

Hal yang hampir serupa di lontarkan oleh Saudara Mukhlisin Mahasiswa Fakulltas Syariah dan Hukum, “Selaku umat yang beragama, kita tentu mengerti mengenai pentingnya moment sebuah perayaan dalam memperingati hari keagamaan, dan natal adalah salah satunya. Maka kita selaku warga Nahdliyin yang menjunjung sifat toleransi kita dapat ikut andil dalam berpartisipasi, dalam bentuk tetap menjaga kedamaian dan keamanan misalnya”. Beliau juga menambahi mengenai pengambilan sikap jika ada relasi yang memberi hadiah atau sekedar makanan, beliau berujar “sebaiknya tetap di terima selain itu merupakan hadiah sikap yang demikian juga bagian dari cara menghormati. Lagi pula ketika kita sedang dalam perayaan idul fitri banyak umat kristiani yang tetap mengajak bersilaturhmi dan turut menghormati.”

“Islam itu mengenal dan mengajarkan sikap toleransi, akidah, muamalah, maupun ubudiyah. Dalam ubudiyah tentu syariat memiliki line yang tegas karena menyangkut akidah, tetapi bukankah kita tetap dianjurkan dalam muamalah salah satunya yaitu tetap menjaga silaturahmi, dan mengenai peran serta atau partisipasi itu tergantung dari tiap personalnya, tetapi intinya adalah kita harus menjunjung toleransi”. Imbuh Saidah salah satu Layouter LPM Fokus. (RS-rp)

0 Comments