Diskusi Makin Gersang


Di era modern seperti sekarang, banyak berdiri Perguruan Tinggi baik yang berbasis agama ataupun umum. Sehinga banyak bermunculan orang-orang yang berpredikat sarjana, baik sarjana yang bersifat umum maupun khusus. Banyak sekali dari para sarjana yang bingung bagaimana mengaplikasikan ilmunya kepada masyarakat, dan bahkan ada juga yang bingung mau jadi apa nantinya pasca sarjana. Ini disebabkan karna terdapat beberapa faktor, antara lain pada saat ia belajar tidak serius, pergaulan mereka yang sembarangan tanpa memfilter, hanya kuliah dan setelah itu langsung pulang. Lalu apa yang didapat?

Perkuliahan hanya menyediakam 20% dari materi yang disodorkan oleh dosen, selebihnya mahasiswa dituntut mencari sendiri kekurangan hingga 80%, hal itu melalui organisasi-organisasi, mengaplikasikan di lingkup kampus dan kegiatan lainnya. Ini seharusnya menjadi pertimbangan kita sebagai mahasiswa yang nantinya mampu membuat perubahan kepada masyarakat maupun bangsa dan Negara karena mahasiswa adalah Agent of Change. Mahasiswa dituntut untuk membuat suatu perubahan yang berarti kepada masyarakat, dan juga mampu membuat dirinya dibutuhkan oleh masyarakat sekitarnya.

Output dari perguruan tinggi memang sudah ada yang mampu mengaplikasikan ilmunya akan tetapi hanya untuk dirinya sendiri tidak untuk masyarakat. Terkadang ada juga yang mengaplikasikannya tetapi tidak sesuai dengan jurusan yang ia ambil pada saat mengikuti perkuliahan. Lebih parah jika mahasiswa yang mencari predikat sarjana hanya sebagai formalitas yang sekedar digunakan sebagai menaikkan derajat seseorang tanpa ada kontribusi sosial, budaya dan pendidikan pada ruang lingkup masyarakatnya.

Sering dijumpai kata-kata mahasiswa berkualitas, namun arti sebenarnya dari kata mahasiswa berkualitas itu seperti apa?. Sebenarnya dalam mengartikan kata mahasiswa berkualitas itu harus didefinisikan terlebih dahulu mahasiswa yang berkualitas itu seperti apa. Apakah dilihat dari nilai akademis ataukah dari nilai sosial? “Indikator mahasiswa yang berkualitas sebenarnya harus dijawab terlebih dahulu, mahasiswa yang berkualitas itu seperti apa? Apakah berkualitas secara keilmuwan? Harus ada penjelasan terlebih dahulu mahasiswa yang berkualitas itu seperti apa.” tutur Purwanto disela perbincangan.

Hemat penulis mahasiswa yang berkualitas sering kali diartikan dalam dunia perkuliahan atau didalam masyarakat yaitu secara akademis. Dan sering kali pergaulan mahasiswa dapat mencerminkan berkualitasnya seseorang atau tidak. Mahasiswa yang berkualitas tidak hanya secara akademis, mahasiswa yang berkualitas adalah bagaimana mereka mampu membaca permasalahan yang ada di lingkungan, serta memecahkannya. Kalau memang itu (secara akademis) yang menjadikan indikasi (mahasiswa berkualitas), tidak hanya nongkrong dikantin, tidak hanya kumpul-kumpul dan senang-senang. Seharusnya kebiasaan nongkrong mereka membawa dampak positif dan produktif, membawa tema kemudian menyelesaikan masalah. Namun, saat ini dapat kita lihat bahwa banyak yang tidak lagi produktif, melainkan Pragmatif dan Vaginatif, Menurut Purwanto yang juga menjabat sebagai Litbang di LPM Bursa INISNU Jepara.

Melihat sejarah bahwa mahasiwa dahulu sering kali mengadakan diskusi di berbagai tempat, seperti halaman kampus, masjid. Tapi sekarang diskusi-diskusi tersebut jarang kita jumpai dan kalaupun ada biasanya kebanyakan membicarakan profesi dirumah. Belakangan ini diskusi kecil dihalaman kampus atau diparkiran mengalami kemunduran, yang dahulunya ada atau menjadi rutinan namun saat ini gersang. Akan tetapi hal ini bukanlah suatu kritikan melainkan ini sebagai tugas kita bersama untuk menghidupkan kembali pergaulan itelektual yang fakum ini. Mahasiswa memerlukan asupan gizi intelektual yang cukup demi menunjangnya sebuah kualitas diri dalam menghadapi berbagai rintangan.

Dalam pergaulan kita dapat terpengaruh oleh siapapun, baik dengan seorang mahasiswa ataupun bukan karena dalam bergaul kita harus pandai-pandai mengambil kebaikan dari pergaulan kita “Semua orang dapat mempengaruhi dalam pergaulan, tergantung kita menetralisir  dan menganalisa apa yang harus kita terima dan apa yang harus kita tolak. Siapapun teman kita semuanya ada pengaruhnya. Kembalinya pada diri kita, mencerna dan menetralisir informasi yang ada, dan kita tidak harus membatasi dengan siapa kita harus bergaul.”

Maka dari itu semua perlunya ada pengawasan yang lebih terhadap pergaulan diri masing-masing. Banyaknya isu mahasiswa menjadi objek percobaan suatu oknum tertentu mengakibatkan kita selalu waspada dengan keadaan saat ini. Dengan adanya diskusi yang hidup kembali diharapkan menjadi pupuk intelektual dalam segala langkah agar tidak terjadinya penyelewengan pergaulan.(S)
                                                                                                                                    * Muwasaun Niam
Layouter Surya Tahun 2013
Mahasiswa Syari'ah semester II
INISNU Jepara



0 Comments